Silsilah (Rangkaian) Nasehat dan Bimbingan dalam Pendidikan Anak




« Silsilah (Rangkaian) Nasehat dan Bimbingan dalam Tarbiyatul Aulad »
= Oleh asy-Syaikh Ahmad Mubarak bin Qadzlan al-Mazru’i =
1. Ketahuilah, bahwa hamil itu berat. Maka mintalah pertolongan kepada Allah untuk mentarbiyah putra-putrimu. Sesungguhnya Dia sebaik-baik penolong.
2. Doa kedua orang tua mustajab. Maka hendaknya engkau doakan putra-putrimu dengan kebaikan dan keshalihan.
3. Bersemangatlah untuk memilih nama yang terbaik untuk putra-putrimu. Berapa banyak nama itu berpengaruh terhadap anak, baik putra maupun putri.
4. Bersegeralah untuk memberi kunyah kepada putra putrimu dengan kunyah yang baik, sebelum dia diberi gelar-gelar yang jelek.
5. Seriuslah untuk menanamkan iman dan tauhid di hati putra-putrimu. Itu adalah kalimat thayyibah, pohon yang tertanam kuat dan berbuah lebat.
6. Talqinkan (ajarkan secara lisan) kepada putra-putrimu kalimat Tauhid, dan perkenalkanlah kepada mereka makna kalimat tersebut. Sesungguhnya kalimat Tauhid merupakan pondasi yang ditegakkan di atasnya bangunan.
7. Ajarkanlah kepada putramu perasaan muraqabatullah (senantiasa merasa diawasi oleh Allah). Ajarkanlah kepadanya Nama-Nama Allah dan Shifat-Shifat-Nya. Berapa banyak itu (Nama-Nama dan Shifat-Shifat-Nya) memiliki pengaruh yang besar untuk keshalihan putra-putri.
8. Berseriuslah untuk menanam kan kepada putra-putrimu keimanan kepada para rasul. Ajarkanlah kepada mereka sirah (sejarah perjalanan hidup) para rasul dan segala yang ada pada mereka berupa kebaikan, keshalihan, dakwah, dan perbaikan.
9. Tanamkanlah pada hati putra-putrimu kecintaan kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ajarkanlah kepada mereka sirah (sejarah perjalanan hidup) Rasulullah, perintahkan mereka untuk berittiba (mengikuti) beliau. Dengan berittiba’ kepada beliau, terwujud segala kebaikan dan hidayah.
10. Tanamkanlah dalam hati putra-putrimu kecintaan kepada para shahabat. Ajarkanlah kepada mereka sirah para shahabat, dan segala perjuangan yang mereka tegakkan, berupa pembelaan terhadap agama, dan agungnya ilmu dan amal.
11. Jangan lupa untuk menanamkan dalam hati putra-putrimu prinsip mendengar dan taat kepada pemerintah muslimin dan menjaga kedudukan dan kehormatan pemerintah tersebut.
12. Jangan lupa memperingatkan putra-putrimu dari perbuatan mencela pemerintah dan ‘ulama muslimin, agar mereka tidak rugi agama dan dunianya.
13. Doronglah putra-putrimu untuk berpegang kepada al-Jama’ah di bawah kekuasaan pemerintahnya. Katakan kepada mereka, bahwa pada persatuan itu terdapat rahmat, sementara pada perpecahan terdapat adzab.
14. Shalat, shalat. Perintahkan putra-putrimu mengerjakan shalat sejak usia 7 tahun, dan pukullah mereka pada usia 10 tahun (jika mereka tidak mau mengerjakannya. Jika tidak maka kamu (orang tua) menanggung dosa putra-putrimu yang meremehkan dan menyia-nyiakan shalat.
15. Peringatkan putra-putrimu dari berdebat dan berbantah-bantahan. Karena itu membuka pintu kejelekan, kesempitan, dan perpecahan pada mereka.
16. Tanamkan dalam hati putra-putrimu syukur nikmat, dan melihat kepada orang-orang yang kondisinya berada di bawahnya (dalam urusan dunia, pen), agar mereka tidak meremehkan nikmat Allah kepada mereka.
17. engkau harus memiliki perhatian besar agar putra-putrimu mau menghafal al-Qur`an dan memahami makna-maknanya. Perintahkanlah mereka untuk mengamalkan kandungan al-Qur`an, katakan kepada mereka bahwa ini (al-Qur`an) adalah Kalamullah maka janganlah kamu menyelisihi/menentangnya, karena itu akan membuatmu binasa.
18. Ajarkanlah pada putra-putrimu akhlak yang mulia, sebagai tetangga yang baik, dan senantiasa tersenyum di hadapan orang-orang fakir dan miskin. Peringatkanlah mereka (putra-putrimu) dari bermuka masam dan takabbur.
19. Katakan kepada putra-putrimu, bahwa tidak ada perbedaan antara orang arab dengan orang ‘ajam (non arab) kecuali dengan Taqwa. Maka janganlah kamu merendahkan orang yang lebih lemah kedudukannya atau lebih sedikit hartanya daripada kamu.
20. Jauhkanlah putra-putrimu dari majelis-majelis (kumpulan-kumpulan) yang sia-sia, nyanyian, dan ribut-ribut. Betapa besar pengaruh dan penyakitnya terhadap hati, dan sangat banyak itu menjadi sebab kerusakan hati.
21. awas, jangan membiarkan putra-putrimu di depan televisi. Betapa banyaknya televisi itu memberikan berbagai fitnah, kejelekan, syahwat dan syubhat. Maka sangat dikhawatirkan putra-putrimu tumbuh dengan berbagai hal tersebut.
22. Ajarkan kepada putra-putramu sifat rujulah (kelaki-lakian), jauhkan mereka dari bercampur dengan perempuan. Sehingga mereka tidak tumbuh dengan sifat-sifat lembek dan sifat-sifat perempuan.
23. Ajarkan pada putri-putrimu sifat-sifat perempuan dan keibuan. Jauhkan mereka dari bercampur dengan laki-laki. Sehingga mereka tidak keluar dengan sifat-sifat laki-laki (tomboy).
24. Jadilah sebagai muraqib (pengawas) bagi mereka, janganlah mereka dibiarkan begitu saja. Apabila mereka dipercaya begitu saja (tanpa ada pengawasan) maka mereka akan dikendalikan oleh hawa nafsu.
25. Jangan besar buruk sangka kepada putra-putrimu, sehingga engkau menuduh mereka berbuat sesuatu yang tidak mereka lakukan, membuat perhitungan terhadap sesuatu yang tidak mereka perbuat. Hal ini akan menyebabkan putra-putrimu benar-benar terjatuh pada sesuatu yang disangkakan terhadap mereka.
26. Jangan kamu pilihkan untuk putra-putrimu teman! Namun ajarkanlah pada mereka bagaimana cara memilih teman, yaitu dengan meninjau agama, akal, dan amanahnya.
27. Jadilah engkau sebagai qudwah (teladan) bagi putra-putrimu. Janganlah kamu menjadikan untuk mereka adanya pembenaran/pembolehan kesalahan dengan terjatuhnya kamu dalam kekeliruan. Karena mata (mereka) akan senantiasa melihatmu, dan tingkah laku (mereka) senantiasa terkait denganmu.
28. Tertibkanlah waktu-waktu putra-putrimu, aturlah hari-hari mereka, jangan sampai urusan mereka sia-sia, sehingga mereka tumbuh di atas keterlantaran, dan sia-sia ketika mereka dewasa.
29. Jadilah engkau (berposisi) sebagai teman bagi mereka tatkala mereka butuh terhadap teman, dan jadilah engkau sebagai ayah tatkala mereka butuh kepada ayah.
30. Menyendirilah bersama mereka sesaat, agar mereka mau mencurahkan isi hatinya, berupa kegundahan dan kesempitan. Agar mereka tidak mencurahkan isi hatinya kepada orang yang tidak pantas memberikan nasehat dan bimbingan.
31. Jadikanlah untuk mereka adanya waktu untuk berjalan-jalan dalam satu pekan. Pada kesempatan itu, engkau bisa mendekati dan menjalin keakraban dengan mereka. sekaligus engkau mengajari mereka dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan adab-adab syar’iyyah.
32. Ajarkan kepada mereka sunnah-sunnah dan dzikir-dzikir harian yang mereka butuhkan. Sehingga mereka senantiasa terikat/terhubung dengan Rabb-nya, dan senantiasa berpegang teguh dengan Sunnah Nabi mereka Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
33. Ajarkan pada mereka sikap mau menerima nasehat dan sikap mau rujuk dari kesalahan. Betapa banyak kebaikan pada sikap mau menerima nasehat, dan betapa banyak keutamaan pada sikap rujuk dari kesalahan.
34. Jangan lembek, jangan pula kasar (terhadap mereka). Namun bersikaplah kepada mereka antara sebagai orang yang dicintai dan sebagai orang yang berwibawa.
35. Ikutilah perkembangan anak-anakmu dalam urusan sekolah dan belajar mereka. karena dengan diikuti/diamati perkembangannya, anak yang kurang bisa bertambah (kemampuan/semangatnya), sementara anak yang baik bisa semakin kokoh.
36. Doronglah putra-putramu untuk bersungguh-sungguh dan bersemangat. Jauhkanlah mereka dari suka bermain-main, malas, dan pengangguran. Betapa jauhnya kebaikan itu dari orang pemalas.
37. Waktu kosong menyebabkan tersia-siakannya putra putri. Jangan biarkan waktu mereka kosong. Namun penuhilah waktu-waktu mereka dengan sesuatu yang padanya terdapat kebaikan untuk agama atau dunia mereka.
38. Bekerjasama (bahu-membahulah) kamu dan istrimu untuk mentarbiyah mereka. Satukanlah cara/metode mentarbiyah, memiliki tujuan yang jelas, dan saling bermusyawarahlah dalam menentapkan peraturan-peraturan.
39. Waspadalah jangan sampai (terlihat) kamu berbeda pendapat/cara/peraturan dengan istrimu di hadapan putra-putrimu. Untuk akan menjatuhkan wibawa, tidak dihargai lagi nasehat, sehingga anak-anak pun terbengkalai, dan pikiran mereka menjadi berat.
40. Jauhkanlah putra-putrimu dari lisan yang keji dan kotor. Biasakanlah mereka dengan kata-kata yang terbaik, dan ungkapan-ungkapan yang indah.
41. berinteraksilah dengan putra-putrimu, tempatkanlah mereka sesuai dengan tingkatannya (usia dan kedewasaannya). Sehingga mereka bisa beranjak kepada tingkatan-tingkatan orang-orang yang berakal sehat dan kuat/jernih.
♻(Tammat. Alhamdulillah)
WhatsApp Miratsul Anbiya Indonesia
Saturday, May 17, 2014
Posted by Unknown

Pendidikan Keluarga


Hasil Ujian Nasional baru saja diumumkan. Ada yang gembira karena lulus, ada juga yang bersedih karena gagal lulus. Padahal oleh masyarakat, lulus atau tidaknya siswa dalam ujian, sering dianggap sebagai “faktor terpenting yang menentukan masa depan”. Mereka yang tidak lulus sering dianggap masa depannya suram. Sehingga akhir-akhir ini kita sering mendengar siswa yang tidak lulus ujian merasa frustasi, histeris, hingga ada yang bunuh diri. Suatu tindakan berlebihan yang mencerminkan sudah tidak adanya lagi yang diharapkan dari hidup ini.
***
 Pembaca yang dirahmati Allah…
Kebutuhan manusia akan ilmu pengetahuan merupakan sesuatu yang mutlak. Dahulu, sebelum adanya lembaga-lembaga pendidikan formal seperti sekolah, anak-anak dididik oleh orang tua masing-masing. Pada perkembangannya, pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kesibukan orang tua menyebabkan mereka tidak mampu lagi mengajar. Orang tua lalu menitipkan anaknya pada seseorang atau lembaga yang dianggap pandai. Lembaga pendidikan inilah yang lalu diistilahkan dengan “almamater”  yang berarti ibu yang memberikan ilmu, yang saat ini menjelma menjadi sekolah.
 Konsep pendidikan pada masyarakat modern lambat laun menjadi bergeser. Pendidikan yang tadinya bertumpu pada keluarga, sekarang menjadi bertumpu pada sekolah. Bukan hanya transfer ilmu, sekolah juga dijadikan sebagai tumpuan utama dalam pendidikan karakter, akhlaq, dan spiritual. Dengan alasan sudah dibayar, sekolah menjadi pihak yang paling sering disalahkan bila terjadi permasalahan dalam proses belajar sang anak.


Padahal rata-rata porsi pendidikan agama yang ada di sekolah umum sekarang amat sedikit. Tidak mungkin siswa mengenal Tuhannya, mengenal Nabinya, dan mengenal agamanya, jika pelajaran agama hanya sekitar 2 jam tiap pekan. Disinilah fungsi pendidikan keluarga menjadi sangat penting. Anak bisa membaca Al Quran bukan karena dia sekolah, tapi karena keluarganya yang mengajarinya. Keluarganyalah yang berperan mengajaknya ke masjid untuk sholat berjamaah. Keluarga jugalah yang membangunkan dia untuk bangun sahur untuk latihan berpuasa sejak dini. Sehingga, agama tidak hanya menjadi teori hapalan semata, namun diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, dicontohkan dalam kehidupan keluarga.
Masalah tidak hanya pada sedikitnya pendidikan agama, namun padatnya jadwal sekolah ditambah kegiatan ekstrakurikuler atau ikut bimbingan belajar, juga membuat mayoritas kehidupan anak menjadi di luar rumah. Dia jadi kurang mengenal lingkungan sekitar rumahnya. Jangan heran jika anak sekarang tidak hapal nama tetangga atau nama Ketua RTnya sendiri. Beberapa orang tua mengeluh, “Anak saya jarang membantu pekerjaan rumah, padahal saya repot mencuci, memasak, dan membersihkan rumah. Sementara dia kelihatan sibuk sekali dengan HP dan komputernya. Saya jadi enggan menegurnya”. Keluhan ini menunjukkan bagaimana kesibukan anak di luar keluarga, sampai menghilangkan kepekaan terhadap lingkungan keluarganya sendiri. Dia tidak merasa sungkan lagi ketika orang yang berada di dekatnya kesusahan. Rasa bakti terhadap orang tua dan keluarga lama-lama menjadi pudar. Allah l berfirman,
“Dan berbuat baiklah kepada kedua orangtua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu” [QS. An Nisaa’ : 36]
Namun bukan berarti bahwa sekolah itu buruk. Hanya saja, pendidikan dalam keluarga tetaplah yang paling utama. Sekolah hanya mengajari teori-teori seperti matematika, bahasa, dan sains, tidak mengajarkan bagaimana menyelesaikan persoalan dalam kehidupan. Sehingga jangan heran jika sekarang banyak siswa yang memperoleh nilai tinggi dalam pelajaran fisika namun tidak mengerti bagaimana membetulkan genteng yang bocor, atau siswi yang cerdas dalam biologi tapi tidak bisa memasak.
Pembaca yang dirahmati Allah…
Pendidikan keluarga haruslah mampu menanamkan kecintaan anak terhadap ilmu. Sehingga, dalam proses belajar, ia tidak merasa terpaksa. Ia belajar karena ia menyukainya. Kegagalan dalam proses belajar bukanlah sesuatu yang memalukan, selama ia belajar sungguh-sungguh. Mencontek merupakan salah satu perbuatan buruk yang timbul karena anak tidak menghargai ilmu. Apabila belajar dipahami sebagai proses mencari ilmu bukan hanya mencari nilai, maka perbuatan mencontek tidak akan terjadi. Dan tindakan bunuh diri akibat kegagalan dalam Ujian Akhir, juga tidak akan terjadi. Karena anak tahu, bahwa dia tidak lulus karena memang belum paham dengan ilmunya, sehingga ini justru memacunya untuk kembali belajar.
Pendidikan keluarga juga harus mampu mengembangkan jiwa sosialnya. Melalui keteladanan orang tua, anak diajari tentang akhlaq yang baik. Dia belajar untuk perhatian dengan lingkungan sekitarnya, terbiasa tegur sapa dengan tetangganya. Juga ajarkan anak untuk ikut aktif dalam mengurusi pekerjaan rumah tangga, menyelesaikan permasalahan yang timbul di sekitar rumah. Karena hal-hal kecil dalam mengurusi pekerjaan rumah tangga inilah yang sejatinya diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dia kelak. Ini juga akan melatih mentalnya, sehingga ia akan memiliki daya juang, tidak malas dan kendur dalam menghadapi problema hidup di kemudian hari.
Dan yang paling penting, bahwa pendidikan keluarga haruslah berbasis agama yang mampu mendekatkan anak dengan Allah l.  Keluarga harus berupaya agar tiap anggota keluarganya, terutama anak melaksanakan perintah Allah l. Pendidikan agama sedari kecil, mulai dari membaca Qur’an, menghapal doa-doa harian, belajar cara wudhu dan sholat, akan menanamkan benih-benih tauhid.  Sehingga ia tahu untuk apa ia diciptakan. Ia tahu apa yang harus dia lakukan. Dan ia tahu, kepada siapa dia meniatkan aktifitasnya sehari-hari. Allah l berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” [QS. At Tahrim : 6]
Semoga Allah l menjadikan anak-anak kita sebagai generasi yang sholih dan sholihah, yang berbakti kepada orang tuanya.
 Wallahu alam bish showwab (Ristyandani)
Majalah Tasfiyah edisi 4


Posted by Unknown

Negeri Para Komentator

Membaca surat kabar pada hari-hari belakangan ini sering membuat hati merasa jengah.  Mayoritas berita isinya mengabarkan hal buruk yang terjadi di negeri ini. Mulai dari masalah KKN, rebutan kekuasaan, bencana alam, meningkatnya kemiskinan dan kriminalitas, hingga terorisme. Jarang sekali dimuat berita yang menyejukkan hati.

Banyak masalah yang harus dibenahi ini tentu membutuhkan masukan dan solusi dari berbagai pihak. Namun, masukan itu tentunya dari pihak yang memang ahlinya, dengan cara yang santun (baca: sesuai aturan syar’i), bukan dari orang yang hanya asal pandai berbicara dan menkritik. Bak jamur di musim hujan, sayangnya justru orang yang asal pandai menkritik inilah yang semakin hari semakin banyak di negeri ini. Mereka saling mengkritik, bahkan saling menghujat. Semua pendapat dikeluarkan tanpa memikirkan apakah pendapat itu bersifat membangun atau malah merusak. Yang penting bagaimana caranya supaya dirinya bisa disebut sebagai komentator yang ahli.

Menjadi komentator jelas tidak mempunyai beban yang terlalu berat jika dibandingkan dengan menjadi pelaku. Ketika menjadi komentator, seseorang bisa berbicara dengan lugas, tapi ketika menjadi pemikul amanah, tentu tidak mudah melaksanakan tugas-tugasnya. Tak banyak orang yang mau menjadi pelaku, saat sebelumnya dikenal sebagai komentator. Mereka khawatir tidak mampu membuat solusi seperti yang selama ini mereka suarakan.

Para komentator ini bukan hanya mereka yang muncul di televisi, tetapi juga ada hingga level rumah tangga. Kita sering melihat orangtua yang menasihati anaknya agar rajin belajar dan shalat tepat waktu, namun dianya sendiri mengabaikan suara adzan dan malah asyik menonton televisi dengan suara keras ketika anaknya sedang belajar di malam hari.

Ya, inilah suasana Indonesia sekarang, negeri para komentator, negeri yang memiliki banyak orang yang pintar berbicara tetapi jarang bertindak memberikan solusi yang nyata.

* * * * *

Pembaca yang dirahmati Allah ‘Azza Wa Jalla…
Melakukan koreksi dan kritik merupakan hal yang baik apabila itu didasari dengan ilmu dan dengan penyampaian yang tepat. Namun ketika kebanyakannya hanya mengkritik, tentu tidak ada buah yang bisa dipetik. Memang negeri kita saat ini sedang menghadapi berbagai permasalahan yang berat. Namun apakah dengan serapah kita dapat menyelesaikan masalah ?
Coba lihat kondisi sekarang. Semua pihak saling bersuara menuntut pemerintah harus bertanggung jawab atas semua masalah ini. Demonstrasi-demonstrasi pun digelar dengan agenda yang sama:
Pemerintah ini tidak tegas! Tidak becus dalam mengurusi negara! Ganti pemimpin sekarang juga!

Wah, ide mengganti pemerintah? Masyarakat kita sudah terlalu capek gonta-ganti pemerintah. Sengketa pilkada saja sudah merugikan semua pihak. Mengganti pemerintahan jelas tidak akan menyelesaikan masalah.
Lalu apa yang bisa kita lakukan bagi negeri ini?

Pembaca yang dirahmati Allah..
Kita bisa memperbaiki negeri ini dengan aksi nyata, melakukan apa yang kita bisa bagi masyarakat kita, sekecil apapun itu. Bagi para pegawai, jadilah pegawai yang jujur dan amanah, berusaha bekerja semaksimal mungkin. Bagi para pemuda, jadilah pemuda yang tekun dalam menuntut ilmu sehingga bisa membantu masyarakat sekitar dengan ilmu yang dimiliki. Bagi para orangtua, jadilah teladan, didiklah putra-putri anda menjadi putra-putri yang shalih dan shalihah.
Kita tidak perlu muluk-muluk. Minimal dengan mendukung dan melaksanakan program-program pemerintah yang ada (yang tidak bertentangan dengan agama), tidak mengacak-acak usaha pembangunan yang dilakukan pemerintah, itu saja sudah cukup memberikan satu langkah perbaikan bagi negeri ini. Kita harus turut andil membangun kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, agar pemerintah dan masyarakat bisa kompak dan bekerja sama membangun negeri ini. Kesalahan dan keburukan pemerintah jangan dijadikan sebagai senjata untuk menjatuhkan kewibawaannya.

Padahal, yang paling mudah, sudahkah kita mendoakan pemerintah kita agar menjadi lebih baik? Wah, kita sendiri mungkin jarang mendoakan kebaikan untuk diri kita, apalagi untuk pemerintah. Atau selama ini kita hanya pernah mencaci maki dan mendoakan keburukan untuk pemerintah kita? Mulai hari ini, marilah kita mendoakan agar mereka dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan mendapat bimbingan Allah Ta’ala.

Yang terakhir dan yang terpenting, bahwa suatu negeri hanya bisa maju jika Allah “Azza Wa Jalla menurunkan berkah di atasnya. Dan berkah itu hanya bisa didapatkan apabila nilai-nilai di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah diamalakn dalam segala sisi kehidupan kita masing-masing. Jika nilai-nilai ketakwaan ini kita patri dalam diri-diri kita, niscaya negeri ini akan menjadi negeri yang adil dan makmur, yang selalu dinaungi barakah Allah ‘Azza Wa Jalla.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami anugerahkan kepada (kehidupan) mereka barakah dari langit dan bumi.” [QS. Al-A'raf:96].

Pembaca yang dirahmati Allah “Azza Wa Jalla…
Janganlah kita hanya sibuk berkomentar dan saling menjatuhkan. Marilah kita semua introspeksi diri-diri kita. Apa saja yang sudah kita berikan bagi lingkungan kita? Apa saja yang sudah kita sumbangkan bagi negeri kita? Dan apa yang sudah kita perjuangkan bagi agama kita? Apabila kita bisa introspeksi diri kita masing-masing, maka akan lahir semangat untuk saling berbagi memberikan yang terbaik bagi orang lain, yang dengannya negeri ini lambat laun akan semakin baik.

Semoga Allah ‘Azza Wa Jalla memudahkan kita menjadikan negeri ini semakin baik di bawah naungan berkah-Nya. Wallahu A’lam Bish Showab.

Majalah Tashfiyah Edisi 11 vol 01 1433H-2011M


Saturday, April 5, 2014
Posted by Unknown

MASA MUDA..


Seringkali kita mengkhianati suara hati.Memilih berdusta.Padahal hati kita adalah sebentuk daging lembut, yang oleh Allah ditumbuhkan fitrah di sana. Fitrah adalah rasa cinta kepada kebaikan, rasa selalu sayang dengan kebenaran dan ketaatan.Fitrah ini selalu ada pada hati manusia sejahat apapun dirinya. Tentu saja, kecuali pada hati orang-orang yang memang Allah telah jauhkan dia dari kasih sayang-Nya..Maka seringkali ketika kita berbuat kesalahan dengan sengaja, kita tahu bahwa ini adalah saat kita bermaksiyat kepada Allah.Kita paham benar ketika kita melalaikan kewajiban kita itu artinya kita sedang berjalan menuju lereng-lereng kebinasaan yang terjal. Lembah kehancuran yang bisa jadi setiap saat menjatuhkan kita dan terbentur-bentur cadasnya di setiap tebingnya..Aduhai, hati kita terusik karenanya.Kita menjadi resah dan risau.
Sahabat, saat ini kita punya masa muda. Kelak ketika kita telah melintasinya, di ujung jalan masa muda itu baru akan tumbuh penyesalan. Maka sekaranglah saatnya berbuat.Mengisi masa muda dengan berbagai kesibukan yang bermanfaat. Belajar bahasa Arab, menghapal Al Quran, banyak membaca buku, membekali diri dengan ilmu pengetahuan yang berfaedah, dan seterusnya.. Atau kalian ingin seperti anak-anak jalanan di lampu merah..?! Wajah-wajah kelam yang tak terbias darinya cahaya ketaatan..?! Atau..Seperti anak-anak yang selalu meluangkan waktunya untuk jalan-jalan, untuk makan-makan, sibuk dengan hape dan androidnya. Masyaallah.. Jangaaaaan yaaaaa..Mungkin kalian lihat saat ini mereka bahagia. Tertawa tertiwi dengan teman-temannya tanpa rasa jengah dan kuatir akan masa depan mereka. Itu semua bukan kebahagiaan hakiki Sahabatku..Sama sekali bukan. Lihat apa yang mereka tulis, apa yang mereka alami. Mereka adalah remaja-remaja galau yang tidak terbimbing dengan sinaran pelita syariat.Mereka jauh dari ilmu dan ketaatan. Hatimereka selalu gundah dirundung gelisah..Mereka adalah anak-anak yang meyatimkan dirinya sendiri dari teduhnya bimbingan syariat. Kosong dari hangatnya dekapan Al Quran dan sunnah nabawiyah.
Kalian yang saat ini memiliki kesehatan, harta, waktu luang, dan masih juga bernafas, berbuatlah dengan itu semua.Kesehatan baru terasa berharga ketika kita sakit. Betapapun sedikitnya harta baru akan terasa sangat berharga saat kita jatuh miskin. Waktu luang baru terasa tak ternilai harganya saat kita dikejar dengan kesibukan dan sempitnya waktu kita..Hanya kehidupan yang belum bisa kita sesali, karena kita memang belum pernah mati. Kiranya, kehidupan itu baru akan terasa sangat berharga, kelak ketika ruh hendak berhijrah. Saat hendak berpisahnya raga dengan nyawa.. Tahukah kalian, bahwa saat itulah seorang hamba berada pada titik nadir penyesalannya..?! Ah, mengapa ketika hidup kemarin tidak beramal.
Mengapa ketika nafas masih berhembus kemarin tidak menuntut ilmu sebagai bekal hadapi dahsyatnya ujian menjelang ajal. Mengapa ketika jantung masih berdegup dahulu hanya sibuk dengan dunia dan bersenang-senang..?! Aduhai, kini hanya punya setumpukan rasa sesal. Sekiranya bisa sekejap saja kembali menghirup nafas di kehidupan dunia, niscaya aku akan sujud barang sekali untuk bertaubat kepada Allah, mengemis ampunan-Nya.Allah berfirman, yang artinya 
“Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku ke dunia. Agar aku bisa berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.”Sekali-kali tidak.Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja.Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan..” (Al Quran Surat Al Mu’minun : 99 – 100)
majalah tashfiyah edisi 31
Friday, March 28, 2014
Posted by Unknown
Tag :

Kriya Anyam Karya Siswa

SDIT darul arqom ikut berpartisipasi dalam lomba bina kreativitas siswa 2014 yang diadakan oleh dispendik kota Surabaya. Dalam kegiatan ini, sekolah mengirimkan seorang siswa putra untuk mengikuti lomba seni kriya anyam. Ilham Azis Mubarok dari kelas 5 putra didaulat untuk mewakili sekolah dalam lomba ini. Pada kegiatan yang dilaksanakan pada 15 Maret 2014 ini, biidznillahi ta'ala, sekolah memperoleh posisi sebagai juara pertama. Alhamdulillah...

Proses pembuatan

Hasil karya




Saturday, March 22, 2014
Posted by Unknown

Untaian Faidah Kajian Adabul Isyroh

Selepas Maghrib sampai adzan Isya , Ustadz Irfan hafidhohullah memberi kajian kitab Adabul Isyroh (Adab - adab Pergaulan) di masjid Darul Arqom.Melihat banyaknya faedah yang tersampaikan begitu berharga , maka kami merasa perlu menuliskan ringkasan faedah yang tersampaikan tadi.
Berikut ini faedah yang bisa kami tuliskan :
  1. Hendaknya kita menjadi insan yang selalu memenuhi janji kita kepada setiap orang yang pernah kita beri janji.Denganmemenuhi janji kita terhindar dari tasyabbuh bil munaafiq dan permusuhan antar kawan.
  2. Dalam memilih teman  hendaknya memilih teman yang berwibawa dan bisa membuatmu malu jika kamu berbuat yang tidak patut di hadapannya. Jika kita memilih teman yang kita tidak malu berbuat yang tidak patut di hadapannya  pertemanan ini tidak meningkatkan kadar kita.
  3. Ali karamallohu wajhah berkata : " Hidupkan rasa malu dengan bergaul bersama orang yang bisa membuat kamu malu darinya."
    Penyebutan karamallohu wajhah secara khusus pada gelar Ali bin Abi Thalib radhiyallahuanhu perlu ditinjau ulang karena tidak ada dalil khusus tentang itu.Bisa jadi pula penamaan ini datang dari syiah rafidhoh.
  4. Hendaknya dalam bersahabat harus didasari niat ikhlas.
  5. Keikhlasan dalam persahabatan diwujudkan dengan mengutamakan maslahat sahabatnya daripada menuruti semua kemauan sang sahabat.
  6. Umumnya, semakin dekat dan akrab hubungan akan semakin sungkan dalam melakukan nahi mungkar.
  7. Meninggalkan gangguan dan celaan orang bodoh pada kita.
  8. Di antara bentuk celaan dan omongan orang bodoh adalah mencela dan menjatuhkan ulama.
  9. Perkataan Rabi' bin Khutsaim rahimahullah : Manusia ada dua jenis.Pertama, orang mukmin yang tidak boleh diganggu. Yang kedua, orang bodoh yang tidak boleh diladeni.
  10. Termasuk adab dalam pergaulan adalah memberikan yang terbaik dari pergaulan kita pada sahabat kita.
  11. Di antara bentuk adab yang baik dalam berteman adalah mau menasehati dalam kebaikan dan memanggil dengan nama yang baik.
  12. 3 nasehat Umar bin Khattab radhiyallahuanhu dalam melanggengkan pergaulan : menebar salam , melapangkan tempat dalam majelis , dan memanggil temannya dengan panggilan yang baik.
  13. Bentuk panggilan yang baik adalah memanggil dengan kunyah (abu atau ummu).
  14. Hendaknya ahlu bid'ah jangan dipanggil dengan kunyah untuk menghinakan.
Itulah faidah - faidah yang bisa ana tulis dan sampaikan.Dalam taklim itu adalagi faedah terbesar yang ana dapatkan dalam pemandangan yang ana saksikan. Ustadz kami, Abdul Lathif hafidhohullah, ikut duduk di barisan mustami'in peserta taklim.Itu adalah kali kedua beliau duduk dalam barisan pendengar.Yang pertama adalah tatkala beliau ikut taklim ana membahas Riyadhush Sholihin hari Kamis. Padahal beliau adalah ustadz yang empat tahun belajar di Fyush, murid syaikh Abdurrahman Al Adeni hafidhohullah.Ini memberikan faedah bahwa kita dilarang gengsi dalam mengambil ilmu.Selama yang menyampaikan salafy yang manhajnya bagus dan mempunyai dasar dari ilmu yang dia sampaikan, kita ambil ilmunya walaupun mungkin kadar ilmu kita lebih tinggi dari dia. Barangkali ada faedah baru yang tidak kita dengar sebelumnya.Minimalnya,kita bisa dapat ketenangan duduk di majelis ilmi dan janji sholawat dari malaikat.

Wallahul muwaffiq ila sabiilil mustaqiim.

Akhukum,

Abu Mas'ud Jarot Al Majitaani
Thursday, March 20, 2014
Posted by Unknown

Membangun Kembali Pesantren


Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim mengatakan kurikulum pendidikan sekolah dasar akan segera diubah menjadi hanya enam mata pelajaran sehingga tidak terlalu memberatkan pelajar. Alasannya siswa-siswa SD sangat terbebani dengan berbagai mata pelajaran yang cukup banyak, sehingga banyak kehilangan kesempatan untuk mengenal nilai-nilai lingkungan yang ada. (antaranews.com, 04/10/2012)

Psikiater Prof Dr dr LK Suryani SpKj berpandangan, dewasa ini terjadi kecenderungan semakin muda usia penderita sakit kejiwaan karena anak-anak tidak siap menerima beban pelajaran di sekolah. (republika.co.id, 13/09/2012)

Pembaca yang dirahmati Allah…

Masalah pendidikan di Indonesia seakan tidak ada habisnya. Acuannya adalah semakin tingginya kenakalan remaja hingga masih rendahnya kemampuan siswa dalam menghadapi masalah di lingkungan sekitarnya.
Kurikulum yang berganti tiap tahun seakan-akan hanya menambah jumlah pelajaran, tanpa menimbang aspek kejiwaan. Tingginya beban pelajaran ini tentu menimbulkan rasa jenuh dan tekanan yang tinggi bagi peserta didik. Sebagaimana dicantumkan pada awal tulisan ini, mulai ada fenomena mengerikan dimana anak-anak muda (bahkan usia SD) sudah mulai terkena gangguan kejiwaan akibat tingginya beban pelajaran di sekolah.
Melihat fenomena yang tidak sehat ini, beberapa kelompok masyarakat lalu berusaha membuat konsep pendidikan sendiri. Ada homeschooling, sekolah alam, dll. Kelompok masyarakat ini sadar, bahwa dalam hidup ini kecerdasan memang penting, namun kemampuan mengolah emosi dan interaksi sosial dalam masyarakat jauh lebih penting lagi.

Pesantren di Indonesia


Jauh sebelum Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia sudah mengenal lembaga pendidikan yang bernama pesantren. Pesantren biasanya dipimpin oleh seorang tokoh kharismatik (kyai atau ustadz). Tokoh ini lalu dibantu oleh ustadz-ustadz lain mengajar dan mengelola pesantren. Santri-santri lalu tinggal di pondok-pondok asrama kecil di sekeliling masjid pesantren.

Pesantren kala itu benar-benar mengajarkan santrinya tentang kehidupan. Diajarkan bagaimana caranya bercocok tanam, memasak, hingga membangun pondok untuk tempat tinggal mereka sendiri selama belajar di pesantren.
Bukan hanya sebagai lembaga pendidikan, pesantren juga berfungsi sebagai lembaga sosial. Mulai dari panen raya bersama petani sekitar, merawat orang yang sakit jiwa, hingga turut aktif dalam pertempuran melawan penjajah.

Karena perannya yang sangat besar itulah, pesantren masih eksis dan dibutuhkan masyarakat hingga saat ini. Justru dengan masalah-masalah yang timbul akibat sistem pendidikan kita sekarang, ada fenomena bahwa pesantren mulai banyak dilirik oleh para orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Acuan dari fenomena ini adalah mulai menjamurnya pesantren-pesantren modern (boarding school) di kota-kota besar seperti Jadebotabek. Pesantren dianggap lebih bisa menghasilkan manusia yang baik budi pekertinya dan memiliki jiwa kepemimpinan yang unggul.
Citra buruk pesantren

Bagi mayoritas orang tua di Indonesia, pesantren saat ini masih dianggap sebagai lembaga pendidikan alternatif bagi putra-putri mereka. Pesantren baru mulai dilirik apabila putra-putri mereka tidak diterima di sekolah-sekolah reguler (bisa karena nilainya jelek, atau karena dikeluarkan akibat kenakalan). “Daripada nganggur nggak sekolah, mending pondokkan saja di pesantren”, begitu pikirnya. Karena pesantren memang memiliki peran bukan hanya sebagai lembaga pendidikan, namun juga sebagai lembaga sosial. Sehingga pesantren pun pasti mau menerima siswa bermasalah tersebut. Akibat buruknya, beberapa pesantren malah dipenuhi dengan anak-anak bermasalah.


Kebanyakan pesantren juga memiliki fasilitas yang minim. Buruknya sanitasi dan gizi bagi santrinya, tentu membuat para orang tua berpikir berkali-kali untuk memondokkan anaknya. Sampai saat ini kebanyakan pesantren memang masih banyak dihuni oleh mereka-mereka yang kemampuan ekonominya pas-pasan. Kondisi ini diperparah dengan beberapa oknum pesantren yang dengan terang-terangan meminta sedekah dari pintu ke pintu. Semakin lengkap sudah citra pesantren sebagai lembaga miskin.

Tidak berhenti sampai situ. Tuduhan sebagai sarang teroris pun kerap ditujukan kepada pesantren. Hal ini timbul karena banyak teroris yang melakukan pengeboman di Indonesia ternyata alumni pondok-pondok pesantren. Ini membuat orang tua takut anaknya akan memiliki pemikiran menyimpang seperti teroris.
Namun diantara semua itu, citra pesantren yang paling sulit dihilangkan di masyarakat adalah masalah kurikulum pesantren yang dianggap tidak selaras dengan perkembangan zaman. Minimnya pelajaran umum, hingga wawasan santri yang kurang berkembang, dianggap membuat alumni pesantren tidak memiliki masa depan yang jelas.

Pentingnya Membangun Pesantren


Kita semua insyaAllah sudah mengetahui betapa pentingnya peran para dai sebagai pembimbing umat. Para dai adalah pemimpin yang diharapkan bisa menyelesaikan masalah-masalah kompleks yang menimpa kaum muslimin sekarang ini. Karena pentingnya peran mereka itulah diharapkan para dai adalah mereka-mereka yang unggul, cerdas, dan memiliki wawasan yang luas.
Namun hal itu tentu sulit diwujudkan apabila pesantren sebagai lembaga pencetak dai kondisinya masih jauh dari ideal. Kurangnya tenaga pengajar hingga minimnya fasilitas pesantren, tentu akan menghasilkan dai-dai yang kurang unggul.
Atau anda malah sebenarnya ingin memasukkan putra-putri anda ke pesantren. Namun anda melihat kenyataan pahit bahwa pesantren kondisinya jauh dari ideal. Sehingga anda tidak jadi memasukkan mereka ke pesantren dan malah memasukkan mereka ke sekolah biasa. Apakah anda ingin kondisi ini dibiarkan terus menerus?
Mari aktif membangun pesantren

Karena pentingnya peran pesantren itulah, sudah saatnya kita membangun kembali pesantren dan menjadikannya sebagai lembaga pendidikan utama bagi putra-putri kita kelak.

Kita bisa memberikan apa yang kita miliki bagi pesantren. Bagi anda para pegawai dan pengusaha yang dimudahkan rizkinya oleh Allah, bantulah pesantren dari sisi pendanaan. Anda mungkin selama ini tidak tahu bahwa dunia pesantren benar-benar membutuhkan bantuan anda untuk mengembangkan fasilitas pesantren. Hanya saja pihak pesantren sangat menjaga kemuliaan agama dalam diri mereka, sehingga mereka tidak bermudah-mudahan untuk meminta dana dari kaum muslimin. Kunjungi pesantren, anda lihat fasilitas apa yang bisa anda bantu. Bisa dari tambahan gizi bagi santri, hingga pembangunan infrastruktur pesantren.

Bagi anda para pemuda yang sudah mengenyam pendidikan tinggi. Tidakkah terpikirkan bagi anda untuk membagi ilmu yang anda miliki untuk pesantren? Pesantren saat ini membutuhkan tenaga pengajar untuk mengajarkan berbagai pengetahuan umum seperti kesehatan, kebersihan, surat menyurat, dll.
Bahkan dunia pesantren saat ini sangat membutuhkan anda untuk mengajar anak-anak. Anda bisa mengajarkan mereka pelajaran umum seperti berhitung, bahasa, dll. Anda juga bisa mengecek hapalan Quran mereka. Bukankah sekarang ini mulai banyak lembaga yang menyalurkan para sarjana untuk mengajar di daerah terpencil? Kenapa kita tidak berpikir sederhana untuk mengajar di pesantren di dekat kita? Bukankah pesantren juga sama membutuhkannya?
Dari Abu Hurairah z, Rasulullah n bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” [HR. Muslim]
Memilih Pesantren

Namun kita juga harus berhati-hati. Tidak semua pesantren memiliki ajaran yang benar. Banyak pesantren di Indonesia yang justru mengajarkan klenik, ritual-ritual pengobatan gaib, ilmu kebal, dan lainnya yang justru bertentangan dengan syariat. 


Beberapa pesantren juga mengajarkan radikalisme, tindakan melawan pemerintahan kaum muslimin. Ini tentu juga pemikiran yang menyimpang. Kaum Syiah yang nyata-nyata dilarang di Indonesia pun sekarang sudah memiliki jaringan pesantren. 

Anda juga jangan memilih pesantren yang taat buta dengan kyai, ustadz, atau kelompok dakwahnya. Pesantren yang anda pilih haruslah yang ajarannya ilmiah, berlandaskan dalil-dalil Al Qur’an dan As Sunnah, berdasarkan pemahaman generasi awal umat ini.

Pesantren adalah Lembaga Pendidikan Utama


Kaum muslimin yang dirahmati Allah…
Pesantren sekarang mulai berbenah. Yang tadinya sama sekali tidak memasukkan materi pelajaran umum, sekarang mulai mengajarkannya. Yang tadinya tidak ada tingkatan kelas, sekarang mulai ada jenjang-jenjangnya. Menjadi tanggung jawab kita semua untuk menjadikan pesantren sebagai lembaga pendidikan islam yang ideal.
Sejarah telah membuktikan bahwa pesantren telah mampu mencetak pemimpin-pemimpin bagi umat ini. Sehingga, diharapkan bahwa pesantren kedepannya tidak hanya sebagai “bengkel” untuk mengurusi anak yang nakal, namun justru sebagai pengkaderan pemimpin yang berotak cerdas, yang memiliki ilmu agama yang baik dan benar, disertai wawasan yang luas.
Semoga Allah menjadikan putra-putri kita kelak bisa memimpin umat ini ke jalan yang ditempuh oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi wassalam dengan memberikan mereka fasilitas pendidikan yang sesuai dengan tuntunannya. (Ristyandani)

Dikutip dari Majalah Tasfiyah
Posted by Unknown

Followers

Lembaga Pendidikan Syar'i SDIT Darul Arqom. Powered by Blogger.

Copyright © SDIT DARUL ARQOM Surabaya | Design Editor by Saiful Islam